Pemerintah Arab Saudi akan menerapkan aturan baru yang lebih ketat terkait pelaksanaan ibadah haji, yang akan berlaku mulai musim haji tahun 2025. Salah satu aspek utama dari aturan ini adalah terkait kesehatan para calon jamaah haji (CJH).

Mulai tahun depan, calon jamaah yang memiliki risiko kesehatan tinggi tidak diperkenankan mengikuti ibadah haji. Dalam pengumuman yang dirilis beberapa waktu lalu, Pemerintah Arab Saudi menekankan pentingnya kesehatan jamaah haji, dengan memastikan bahwa mereka yang berangkat harus bebas dari kondisi kesehatan berisiko tinggi.

Ada lima penyakit utama yang dikategorikan berisiko tinggi (risti) dan membuat calon jemaah dilarang berhaji, yaitu penyakit jantung, paru-paru, hati, ginjal, serta kanker. Selain itu, penderita tuberkulosis (TB) juga tidak diizinkan untuk berhaji, dan anak-anak di bawah usia 12 tahun juga dilarang mengikuti ibadah tersebut.

Sebagai bagian dari aturan ini, vaksinasi juga diwajibkan bagi seluruh jamaah haji. Vaksin yang diwajibkan meliputi meningitis, Covid-19, influenza, dan polio. Namun, detail terkait waktu dan prosedur vaksinasi akan disesuaikan oleh masing-masing negara.

Tujuan dari aturan ketat ini adalah untuk memastikan bahwa hanya jamaah yang dalam kondisi sehat yang dapat berangkat ke Tanah Suci. Namun, Pemerintah Saudi tidak memberlakukan batasan usia dalam aturan baru ini.

Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia menyatakan bahwa mereka tengah memantau perkembangan regulasi terbaru tersebut. Menurut juru bicara Kemenag, Anna Hasbie, Kemenag telah mengirim perwakilan ke Saudi untuk mendapatkan penjelasan langsung dari otoritas setempat terkait aturan ini. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Saiful Mujab, ditugaskan untuk melakukan kunjungan tersebut.

Anna menjelaskan bahwa Kemenag akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) guna membahas mekanisme teknis penerapan aturan kesehatan haji 2025. Diskusi ini bertujuan untuk mencari solusi yang tidak merugikan pihak mana pun, terutama jamaah yang sudah lama menunggu kesempatan berhaji.

Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi), Syam Resfiadi, juga mengonfirmasi adanya aturan baru ini. Dia menegaskan bahwa aturan tersebut berlaku untuk seluruh jamaah, termasuk yang menjalani haji khusus.

Menurutnya, semakin cepat pemerintah Indonesia menyusun dan mengumumkan regulasi teknis yang merujuk pada aturan baru Saudi, akan semakin baik. Hal ini memungkinkan jemaah, baik reguler maupun khusus, memiliki waktu lebih untuk mempersiapkan diri.

Aturan kesehatan ini bertujuan untuk menekan jumlah jamaah yang jatuh sakit atau meninggal dunia selama musim haji. Data Kementerian Agama menunjukkan bahwa pada musim haji 2024, sebanyak 461 jemaah Indonesia meninggal dunia. Sementara total jumlah jamaah haji yang wafat di seluruh dunia mencapai 1.301 orang, dengan mayoritas di antaranya tidak menggunakan visa haji resmi. Penyakit kronis dan cuaca ekstrem yang mencapai 50 derajat Celsius menjadi faktor utama tingginya angka kematian tersebut.

Di masa sebelumnya, seluruh CJH yang terdaftar untuk berangkat pada tahun tertentu diperbolehkan melunasi biaya haji. Namun, skema ini dikritik karena beberapa jemaah dengan kondisi kesehatan buruk tetap diberangkatkan lantaran sudah melunasi biaya haji mereka.

Pemerintah Arab Saudi telah memberlakukan aturan baru yang lebih ketat terkait visa kerja sementara untuk layanan haji dan umrah. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan visa serta memastikan pelaksanaan ibadah haji dan umrah berjalan dengan tertib dan lancar.

Menurut laporan dari Gulf News, yang dikutip dari surat kabar Saudi Okaz pada Minggu, 13 Oktober 2024, salah satu aspek penting dari peraturan ini adalah penerapan denda yang signifikan bagi pelanggar. Siapa pun yang menyalahgunakan visa kerja sementara untuk haji dan umrah, seperti menjual, mentransfer, atau menggunakannya untuk tujuan lain, bisa dikenai denda hingga 50.000 Riyal Saudi. Selain itu, pelanggar dapat dilarang bekerja di sektor haji dan umrah selama lima tahun.

Selain denda, pelanggar diwajibkan mengembalikan seluruh keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ilegal tersebut. Jumlah denda dan hukuman akan disesuaikan berdasarkan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Ketentuan Lain dalam Aturan Baru:

  1. Jaminan Keuangan:
    Pemohon visa diwajibkan memberikan jaminan keuangan sebesar 2.000 Riyal Saudi per pekerja untuk menutupi biaya pemulangan jika diperlukan.
  2. Durasi Visa:
    Visa kerja sementara berlaku selama 90 hari dengan kemungkinan perpanjangan 90 hari tambahan.
  3. Larangan Perubahan Visa:
    Visa kerja sementara untuk haji dan umrah tidak dapat diubah menjadi visa jenis lain atau digunakan untuk pekerjaan permanen.
  4. Dokumen yang Valid:
    Semua dokumen yang diajukan harus benar dan sah. Pemalsuan dokumen dapat berujung pada denda sebesar 15.000 Riyal Saudi.

Kementerian Sumber Daya Manusia Saudi menyatakan bahwa kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi sektor swasta untuk memanfaatkan visa kerja sementara, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang dinamis, terutama selama musim umrah.